Wednesday, March 24, 2010




















LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
DI LABORATORIUM PRODUK TERAPETIK DAN NAPZA
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN YOGYAKARTA





Disusun Oleh :

Komarudin NIM.07307141013



PROGRAM STUDI KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGRI YOGYAKARTA
2010
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang


Menurut petunjuk teknis sampling tahun anggaran 2009 BPOM RI, Visi Badan POM adalah obat dan makanan terjamin aman, bermanfaat, dan bermutu. Sedangkan misi Badan POM adalah melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan.
Untuk mencapai visi dan misi Badan POM RI tersebut, salah satu kegiatan yang dapat menjamin mutu obat pasca pemasaran adalah melalui sampling dan pengujian obat. Sampling obat dilaksanakan dalam rangka pengawasan terhadap pemenuhan stanadar mutu atau compliance dan surveillance untuk mendeteksi secara dini obat palsu ataupun obat ilegal.
Dalam menyusun produk yang akan disampling, ditetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar kegiatan sampling dapat tercapai tujuannya. Sampling obat yang dilakukan harus representatif terhadap obat yang beredar. Mengingat obat yang beredar cukup banyak dan kemungkinan lokasi peredaran yang tidak sama. Maka untuk mencapai tujuan sampling Balai Besar atau Balai POM yang ada diseluruh Indonesia dalam pelaksanaan sampling dikelompokkan menjadi 3 ( tiga ) kelompok. Masing – masing kelompok melaksanakan sampling dengan jumlah item yang berbeda. Dalam proses sampling perlu ditetapkan mengenai perencanaan, pelaksanaan, pencatatan dan penandaan sampel.
Tujuan sampling dalam rangka complience atau pengawasan pemenuhan mutu adalah :
1. Melindungi masyarakat dari penggunaan produk yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan.
2. Menjamin konsistensi mutu produk pasca pemasaran.
3. Terlaksananya fungsi pengawasan produk secara efektif dan efisien.
4. Pengawasan terhadap obat yang digunakan untuk program.


Tujuan sampling dalam rangka surveillance dan atau under cover buy adalah untuk mendeteksi sedini mungkin :
1. Produk palsu di peredaran.
2. Produk yang pernah dipalsukan atau rawan pemalsuan dan diduga palsu.
3. Produk ilegal atau tidak terdaftar.
Dalam menetapkan jenis – jenis produk yang disampling dengan mempertimbangkan beberapa kriteria berikut :
1. Sampling produk terapetik
a. Obat yang banyak digunakan
b. Obat yang dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa ( life saving )
c. Obat essensial
d. Obat program
e. Obat yang digunakan dalam jangka panjang
f. Obat yang bermasalah dengan stabilitas
g. Obat yang sering dipalsukan
h. Obat yang ditemukan tidak memenuhi syarat pada tahun sebelumnya
2. Sampling produk biologi atau vaksin
a. Vaksin program imunisasi nasional
b. Vaksin yang sering atau banyak digunakan
3. Sampling kondom
a. Kondom yang sering digunakan tidak memenuhi syarat
b. Kondom fast moving
4. Sampling rokok
a. Memiliki pita cukai pada tahun pembelian dari Dit Jen Bea dan Cukai
b. Rokok yang sering ditemukan dengan hasil uji tidak sesuai label
c. Rokok yang serin

g diiklankan
d. Rokok yang banyak diperedaran
5. Khusus untuk pengawasan obat palsu atau survellance
a. Obat yang mempunyai kecenderungan untuk dipalsukan
b. Sampling yang terkait dengan barang bukti
c. Orientasi terhadap kasus produk tidak memenuhi syarat
d. Produk dengan penandaan yang diragukan.
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan ( PKL) yang dilakukan di laboratorium Produk Terapetik dan Napza Balai Besar POM Yogyakarta memberikan kontribusi yang sangat besar bagi mahasiswa untuk menambah wawasan akan analisa atau pengujian beberapa produk obat yang ada. Kegiatan PKL yang telah dilakukan berupa analisis kadar zat aktif pada tujuh jenis obat, yaitu penetapan kadar Prednison tablet, Metampiron tablet, Metformin HCl tablet, Gemfibrozil kapsul, Asam Mefenamat tablet, dan Captopril tablet serta uji Disolusi Amoxicillin tablet.

B. Rumusan Masalah

Apakah penetapan kadar Prednison tablet, Metampiron tablet, Metformin HCl tablet, Gemfibrozil kapsul, Asam Mefenamat tablet, dan Captopril tablet memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan ?
Apakah Uji Disolusi Amoxicillin tablet memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan ?


C. Tujuan PKL

1. Tujuan umum
a. Terjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan antara BBPOM Di Yogyakarta tempat PKL dan Mahasiswa, Program Studi/Jurusan/Fakultas di FMIPA UNY.
b. Mengetahui proses kimia dan manajemen industri pada saat melaksanakan PKL dan menganalisanya.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui kadar Prednison tablet, Metampiron tablet, Metformin HCl tablet, Gemfibrozil kapsul, Asam Mefenamat tablet, dan Captopril tablet terhadap persyaratan yang telah ditetapkan.
b. Untuk mengetahui Disolusi Amoxicillin tablet terhadap persyaratan yang telah ditetapkan.


D. ManfaatMenambah wawasan dan pengetahuan tentang cara pengujian obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Badan POM RI.




























BAB II
KAJIAN PUSTAKA


A. Gambaran Umum Balai Besar POM

1. Tugas dan Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Berdasarkan keputusan presiden No. 05018/SK/KBPOM ( 17 Mei 2000 ) menyebutkan bahwa Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan merupakan unit pelaksana teknis di bidang pengawasan obat dan makanan yang berada di bawah dan tanggung jawab langsung Kepala Badan POM Republik Indonesia. Tugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan adalah melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotik, psikotropik dan zat aditif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, dan keamanan pangan dan bahan berbahaya.
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan memiliki fungsi antara lain :
a. Menyusun rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
b. Melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium atau pengujian dan penelitian mutu produk terapetik, narkotik, psikotropik dan zat aditif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, dan keamanan pangan dan bahan berbahaya
c. Melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian, dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi.
d. Melaksanakan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh, dan pemeriksaan pada sarana-sarana produksi dan distribusi.
e. Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
f. Melaksanakan sertifikasi produk, saran produksi, dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
g. Melaksanakan kegiatan layanan informasi konsumen.
h. Mengevaluasi dan menyusun laporan pengujian obat dan makanan.
i. Melaksanakan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
j. Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan sesuai dengan fungsinya.
2. Struktur Organisasi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta terbagi menjadi lima bidang kerja, yaitu :
a. Bidang Pengujian produk terapetik, narkotik, psikotropik dan zat aditif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen ( TERANOKOKO ). Bidang ini bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang produk terapetik, narkotik, psikotropik dan zat aditif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen. Bidang ini terbagi menjadi empat laboratorium.
b. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya
Bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian, dan penelitian mutu di bidang pangan dan bahan berbahaya.
c. Bidang pengujian Mikrobiologi
Bidang pengujian mikrobiologi bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu secara mikrobiologi.
d. Bidang pemeriksaan dan Penyidikkan
Bidang pemeriksaan dan penyidikan bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, pemeriksaan saran produksi, distribusi dan instansi kesehatan serta penyidikan kasus pelanggaran hukum di bidang terapetik, narkotik, psikotropik dan zat aditif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
Dalam melaksanakan tugasnya, bidang pemeriksaan dan penyidikan menyelenggarakan fungsi :
1) Penyusunan rencana program pemeriksaan dan penyidikan obat dan makanan.
2) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi distribusi dan instansi kesehatan di bidang terapetik, narkotik, psikotropik dan zat aditif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
3) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh, dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi di bidang pangan dan bahan berbahaya.
4) Pelaksanaan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum.
Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan dan penyidikan obat dan makanan.
e. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu serta layanan informasi konsumen.
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen memiliki fungsi sebagai berikut :
1) Penyusunan rencana dan program sertifikasi produk dan layanan informasi.
2) Pelayanan sertifikasi produk, sarana produksi, dan distribusi tertentu.
3) Pelayanan informasi untuk konsumen.
4) Evaluasi dan penyusunan laporan sertifikasi produk dan layanan informasi konsumen.
3. Wilayah kerja Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta
Wilayah kerja balai Besar POM Yogyakarta mencakup seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu Kodya Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunung kidul, serta Kabupaten Klaten dan Purworejo.

4. Sumber Daya Manusia Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Sumber daya manusia di Balai Besar POM Yogyakarta mempunyai spesifikasi pendidikan tertentu yang meliputi :
a. Apoteker/ Sarjana ( biologi, teknologi pangan, kimia, kesehatan masyarakat )
b. D3 Analisis Farmasi
c. D3 Analisis Kesehatan
d. Asisten Apoteker
e. Tenaga laboran
f. Administrasi
B. Zat Aktif Obat
1. Prednison

Gambar 1. prednison, rumus kimia C 21H 26O5 ( 17, 21 dihidroksipregna-1,4-diena-3,11,20-trion (53-03-02) ) dengan BM 358,43.
Prednison merupakan obat kortikosteroid yaitu kelompok obat yang memiliki aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang sangat beragam yang meliputi efek terhadap metabolisme karbohidrat, protein dan lipid, efek terhadap keseimbangan air dan elektrolit, dan efek terhadap pemeliharaan fungsi berbagai sistem dalam tubuh. Kortikosteroid adalah salah satu obat antiinflamasi potein dan banyak digunakan dalam penatalaksanaan asma ( Eni DA, 2009 ).
2. Metampiron

Gambar 2. Metampiron, rumus kimia C13H16N3NaO4S.H2O
Metampiron mengandung 99,0-101,0 % C13H16N3NaO4S dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Metampiron berupa serbuk hablur putih atau putih kekuningan. Metampiron merupakan obat yang bekerja sebagai analgesia, obat ini mempunyai aktivitas sebagai ansiolitik dan hipnotik. Konsentrasi plasma puncak diazepam dicapai setelah 15 - 90 menit. Waktu paruh bervariasi antara 20 - 70 jam, tetapi metabolit aktif yang dominan yaitu desmetil diazepam mempunyai waktu paruh 30 - 100 jam. Waktu paruh diazepam dan desmetil diazepam biasanya meningkat pada neonatus, usia lanjut dan penderita dengan gangguan hati yang berat .
3. Metformin HCl
Gambar 3. Metformin HCl, rumus kimia C4H11N5.HCl
Pemerian : berupa serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, bersifat higroskopis, mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam eter dan dalam kloroform, sukar larut dalam etanol. Metformin HCl berkhasiat untuk :
a. Diabetes mellitus yang baru terdiagnosis sesudah dewasa, dengan atau tanpa kelebihan berat badan dan bila gagal dengan diet.
b. Terapi kombinasi pada penderita yang tidak responsif terhadap terapi tunggal sulfonilurea.
c. Obat penunjang untuk mengurangi dosis insulin.
4. Amoxicillin
Gambar 4. Amoxicillin, rumus kimia C16H19N3O5S.3H2O
Amoxicilin efektif terhadap penyakit infeksi saluran pernafasan kronik dan akut, seperti pneumonia, faringitis tetapi tidak faringitis gonore, bronchitis dan langritis. Untuk Infeksi sluran cerna seperti disentri basiler. Untuk infeksi saluran kemih. Amoksisilina merupakan senyawa penisilina semi sintetik dengan aktivitas anti bakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid. Aktivitasnya mirip dengan ampisilina, efektif terhadap sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gram- negatif yang bersifat patogen. ( Dechacare, 2010). Amoxicillin tablet mengandung tidak kurang dari 90,0 % - 120,0 % dari jumlah yang tertera pada label Amoxicillin.
5. Gemfibrozil
Gambar 5. Gemfibrozil, C15H22O3, BM 250,33
Gemfibrozil adalah senyawa yang mampu mengatur lipid plasma, dengan jalan menurunkan kadar trigliserida serum, kolesterol total, kolesterol VLDL (Very Low Density Lipoprotein ), kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) dan meningkatkan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein). Gemfibrozil menurunkan kolesterol VLDL dengan jalan menghambat pembentukan dan meningkatkan pembersihan apolipoprotein B sebagai pembawa VLDL sehingga kadar VLDL berkurang dan meningkatkan kolesterol HDL dengan jalan meningkatkan Substraksi H2L2 dan H2L3 serta apoliprotein AI dan AII. Kadar kolesterol HDL yang rendah dan kolesterol LDL yang tinggi merupakan faktor yang mendukung timbulnya penyakit jantung, dan Helsinki Heart Study menunjukkan terapi dengan gemfibrozil menurunkan secara nyata kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida total serta meningkatkan kolesterol HDL. Gemfibrozil diindikasikan untuk pengobatan hiperkolestrolemia, mencegah resiko timbulnya penyakit jantung koroner dengan menurunkan kolesterol LDL dan menaikan kolesterol HDL ( Indofarma, 2010 ).
6. Asam mefenamat
Asam mefenamat berkhasiat untuk nyeri. dismenore ( gangguan nyeri saat haid ). Anti piretik ( demam pada anak karena infeksi ). Kerja asam mefenamat adalah menghambat sintesa prostaglandin. Efek anti inflamasi, analgetik dan antipiretik. Efek anti inflamasi dihasilkan dari kerja menghambat biosintesis dari mukopolisakarida ( Diskes jabarprop, 2010 ).
7. Captropil

Gambar 6. Captropil, rumus kimia C9H15NO3S
Captropil berkhasiat untuk hipertensi berat hingga sedang, kombinasi dengan tiazida memberikan efek aditif, sedangkan kombinasi dengan beta bloker memberikan efek yang kurang aditif. Untuk gagal jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis, dalam hal ini pemberian Captopril diberikan bersama diuretik dan digitalis. Captopril merupakan obat antihipertensi dan efekif dalam penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem renin angiotensin aldosteron. Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada globulin plasma untuk memproduksi angiotensin I yang besifat inaktif. Angiotensin Converting Enzyme (ACE), akan merubah angiotensin I menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan merupakan vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron dalam korteks adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, Captopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin ll terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung,
C. Keseragaman sedian obat
Keseragaman sediaan, yang dapat ditetapkan dengan salah satu atau dari dua metode, yaitu keragaman bobot atau keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk sediaan mengadung satu zat aktif dan sediaan yang mengandung dua atau lebih zat aktif.
a. Keseragaman bobot
Pesyaratan keragaman bobot dapat diterapkan pada produk kapsul lunak berisi cairan atau pasta. Produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot sediaan. Keseragaman dari zat aktif lain, jika jumlahnya lebih kecil, ditetapkan dengan persyaratan keseragaman kandungan. Persyaratan keseragaman bobot dapat diterapkan pada sediaan padat ( termasuk sediaan padat steril ) tanpa mengandung zat aktif atau inaktif yang ditambahkan ( FI Edisi IV, 1995).

b. Keseragaman kandungan
Keseragaman kandungan dapat diterapkan pada semua sediaan. Uji keseragaman kandungan dapat diterapkan pada tablet bersalut, termasuk tablet bersalut selaput, untuk sistem transdermal, untuk sediaan suspensi, dalam wadah dosis tunggal atau da;lam kapsul lunak, untuk inhalasi bertekanan dengan dosis terukur ( FI Edisi IV, 1995).
C. Metode Analisis
1. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ( KCKT )
Kromatografi Cair kinerja Tinggi ( KCKT ) merupakan jenis khusus dari kromatografi kolom. Metode yang digunakan dalam KCKT menggunakan cairan dengan tekanan tinggi sebagai fasa gerak. Metode ini dapat dibedakan dari kromatografi kolom klasik oleh empat sifat yang khas, antara lain :
a. Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu.
b. Menggunakan kolom sempit dengan diameter antara 1-3 mm untuk memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro.
c. Ukuran bahan pertikel sorpsi terletak dibawah 50 µ, sehingga akan tercapai suatu bilangan dasar teoritik yang tinggi.
d. Pelarut elusi dialirkan kedalam kolom dengan tekanan untuk mengkompensasikan tekanan arus dalam kolom.
Keuntungan dari metode KCKT yaitu waktu análisis yang singkat, penentuan dapat dalam skala mikro, dan hasil pemisahan yang tinggi. Metode KCKT dapat dipakai untuk senyawa berbobot molekul tinggi, selain itu dapat juga. Dipakai untuk senyawa anorganik. KCKT biasanya dilakukan pada suhu kamar, jadi senyawa yang tidak tahan panas dapat ditangani dengan mudah.
KCKT secara mendasar merupakan perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes melalui kolom dibawah grafitasi, didukung melalui tekanan tinggi sampai dengan 400 atm. KCKT memperbolehkan penggunaan partikel yang berukuran sangat kecil untuk material terpadatkan dalam kolom yang mana akan memberi luas permukaan yang lebih besar berinteraksi antara fase diam dan molekul – molekul yang melintasinya. Perkembangan yang lebih luas melalui kromatografi kolom mempertimbangkan metode pendeteksian yang dapat digunakan. Metode – metode ini sangat otomatis dan sangat peka.
Terdapat dua perbedaan dalam KCKT, yang mana bergantung pada polaritas relatif dari pelarut dan fasa diam, yaitu :
a. Fase Normal KCKT
Dalam fase normal KCKT kolom diisi dengan partikel silika yang sangat kecil dan pelarut non polar misalnya heksan. Sebuah kolom sederhana memiliki diameter internal 4,6 mm ( dan mungkin kurang dari nilai ini ) dengan panjang 150 – 250 mm. Senyawa – senyawa polar dalam campuran melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang polar dibanding dengan senyawa – senyawa yang non polar. Oleh karena itu, senyawa yang non polar kemudian akan melewati kolom lebih cepat.
b. Fase Balik KCKT
Dalam Fase Balik KCKT ukuran kolom sama, tetapi silika dimodifikasi menjadi non polar melalui pelekatan rantai – rantai hidrokarbon pada permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Sebagai contoh, pelarut polar digunakan berupa campuran air dan alkohol seperti metanol, sehingga akan terdapat atraksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul polar dalam campuran yang melalui kolom. Atraksi yang terjadi tidak akan sekuat atraksi antara rantai – rantai hidrokarbon yang berlekatan pada silika ( fase diam ) dan molekul – molekul polar dalam larutan. Oleh karena itu, molekul polar dalam campuran akan menghabiskan waktunya untuk bergerak bersama pelarut.
Senyawa – senyawa non polar dalam campuran akan cenderung membentuk atraksi dengan gugus hidrokarbon karena adanya dispersi gaya van der waals. Senyawa – senyawa ini juga akan kurang larut dalam pelarut karena membutuhkan pemutusan ikatan hidrogen sebagaimana halnya senywa – senyawa tersebut dalam molekul –molekul air atau metanol misalnya. Oleh karenanya senyawa – senyawa ini akan menghabiskan waktu dalam larutan dan akan bergerak lambat dalam kolom. Ini berarti bahwa molekul –molekul polar akan bergerak lebih cepat melalui kolom. Fase Balik KCKT adalah bentuk yang biasa digunakan dalam KCKT.
Waktu yang dibutuhkan oleh senyawa untuk bergerak melalui kolom menuju detektor disebut sebagai waktu retensi. Waktu retensi diukur berdasarkan waktu dimana sampel diinjeksikan sampai sampel menunjukkan ketinggian puncak ynag maksimum dari senyawa itu. Senyawa – senyawa yang berbeda memiliki waktu retensi yang berbeda. Untuk beberapa senyawa, waktu retensi akan sangat bervariasi dan akan bergantung pada :
a. Tekanan yang digunakan ( karena akan berpengaruh pada laju alir dari pelarut).
b. Kondisi dari fase diam ( material dan ukuran partikel ).
c. Komposisi yang tepat dari pelarut
d. Temperatur pada kolom
Ada beberapa cara untuk mendetiksi substansi yang telah melewati kolom. Metode umum yang mudah dipakai untuk menjelaskan yaitu penggunaan serapan ultraviolet. Banyak senyawa – senyawa organik menyerap sinar UV dari beberapa panjang gelombang. Jika penyinaran sinar UV pada larutan yang keluar melalui kolom dan sebuah detektor pada sisi yang berlawanan, maka akan diperoleh pembacaan langsung berapa besar sinar yang diserap.
Jumlah cahaya yang diserap akan bergantung pada jumlah senyawa tertentu yang melewati berkas pada waktu itu. Senyawa – senyawa akan menyerap dengan kuat bagian – bagian yang berbeda dari spektrum UV. Misalnya metanol menyerap pada panjang gelombang dibawah 205 nm dan air pada gelombang dibawah 190 nm. Jika menggunakan campuran metanol-air sebagai pelarut, maka sebaiknya menggunakan panjang gelombang yang lebih besar dari 205 nm untuk mencegah pembacaan yang salah dari pelarut.
Uji kesesuaian sistem KCKT dilakukan untuk memastikan keefektifan sistem operasional akhir sebelum digunakan. Parameter uji kesesuaian KCKT antara lain :
a. Simpangan baku
Simpangan baku merupakan suatu parameter yang berguna untuk keberulangan dari penyuntikan ulang larutan baku.
b. Faktor ikutan
Faktor ikutan merupakan suatu parameter yang berguna untuk membatasi asimetri yang diperbolehkan. Untuk suatu puncak yang simetris, faktor ikutan besarnya satu, dan akan bertambah jika kromatogram makin tampak berekor.
c. Harga resolusi
Harga resolusi disyaratkan untuk memastikan terpisahnya komponen – komponen yang tereluasi berdekatan dan memastikan efisiensi pemisahan sistem secara umum.
2. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri serap merupakan pengukuran interaksi antara radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit dan mendekati monokromatik, dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa molekul selalu mengabsorpsi cahaya elektromagnetik jika frekuensi cahaya tersebut sama dengan frekuensi getaran dari molekul tersebut. Elektron yang terikat dan elektron yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi, yang sesuai dengan cahaya ultra violet dan cahaya tampak ( UV-Vis ).
Spektrum absorbansi daerah ini adalah sekitar 220 nm sampai 800 nm dan dinyatakan sebagai spektrum elektron. Suatu spektrum ultraviolet meliputi daerah bagian ultraviolet ( 190-380 nm ), spektrum visibel ( 380-780 nm ).

Instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spektrum yang mana alat tersebut dirancang untuk beroperasi.
b. Suatu monokromator, yaitu sebuah piranti untuk mengecilkan pita sempit panjang gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
c. Suatu wadah untuk sampel
d. Suatu detektor, yang berupa transduser yang merubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrik.
e. Suatu amplifier ( pengganda ) dan rangkaian yang yang berkaitan yang membuat isyarat listrik itu memadai untuk dibaca.
f. Suatu sistem baca dimana diperagakan besarnya isyarat listrik yang ditangkap.
Spektrofotometer UV-Vis digunakan terutama untuk análisis kuantitatif yang didasarkan pada hukum Lambert-Beer yang menyatakan hubungan antara intensitas cahaya yang ditranmisikan dengan tebalnya larutan. Hubungan antara intensitas dengan konsentrasi zat menurut hukum Lambert-Beer adalah sebagai berikut :
A = Log Io = є.b.c
It
Dengan A = serapan, Io = intensitas sinar yang datang, It = intensitas sinar yang diteruskan, є = absortivitas molekular/konstanta ekstingsi ( L mol-1 cm-1), b = tebal larutan/kuvet (cm), c = konsentrasi (g. L-1)
Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan análisis kuantitatif suatu zat biasanya merupakan panjang gelombang dimana zat yang bersangkutan memberikan serapan maksimum (λmaks), karena keakuratan pengukurannya akan lebih besar. Hal tersebut dapat terjadi karena panjang gelombang maksimum bentuk serapan pada umumnya landai sehingga perubahan yang tidak terlalu besar pada kurva serapan tidak akan menyebabkan kesalahan pembacaan yang terlalu besar ( dapat diabaikan ).Serapan optimum untuk pengukuran dengan spektrofotometri UV-Vis ini berkisar antara 0,2 - 0,8.
3. Disolusi
Uji disolusi suatu kapsul atau tablet adalah untuk mengetahui jumlah atau persen zat berkhasiat dari suatu sediaan padat yang terlarut pada suatu waktu tertentu dalam kondisi baku yaitu pada suhu, kecepatan pengadukan dan komposisi media cair tertentu yang diketahui volumenya. Uji disolusi merupakan suatu parameter penting dalam pengembangan produk dan pengendalian mutu obat. Kecepatan disolusi yang dinyatakan dalam persen per satuan waktu, adalah suatu karakteristik mutu yang penting dalam menilai mutu obat yang digunakan peroral untuk mendapatkan efek.
Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain :
a. Sifat fisika –kimia obat
Sifat fisika-kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas permukaan efektif dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi pada permukaan solut. Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah larut ddaripada obat berbentuk asam maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk kristal.
b. Faktor formulasi
Berbagai macam bahan tambahan yang digunakan pada sediaan obat dapat mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mempengaruhi tegangan muka antara medium tempat obat melarut dengan bahan obat, ataupun bereaksi secara langsung dengan bahan obat. Penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seprti magnesium stearat, dapat menaikkan tegangan antar muka obat dengan medium disolusi. Beberapa bahan tambahan lain dapat membentuk kompleks dengan vahan obat, misalnya kalsium karbonat dan kalsium sulfat yang membentuk kompleks tidak larut dengan tetrasiklin. Hal ini menyebabkan jumlah obat terdisolusi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pula terhadap jumlah obat yang diabsorpsi.
c. Faktor alat dan kondisi lingkungan
Adanya perbedaan alat yang digunakan dalam uji disolusi akan menyebabkan perbedaan kecepatan pelarutan obat. Terdapat dua jenis alat yang digunakan untuk uji disolusi yaitu, tipe keranjang dan tipe dayung. Kecepatan pengadukan akan mempengaruhi kecepatan pelarutan obat, semakin cepat pengadukan maka gerakan medium akan semakin cepat sehingga dapat menaikkan kecepatan pelarutan. Selain itu temperatur, viskositas dan komposisi dari media, serta waktu pengambilan sampel juga dapat mempengaruhi kecepatan pelarutan obat.
4. Titrasi Iodometri
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang telah diketahui konsentrasinya. Titrasi iodometri merupakan titrasi oksidasi reduksi. Oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom, ion atau molekul. Sedang reduksi adalah penangkapan satu atau lebih electron oleh suatu atom, ion atau molekul. Tidak ada elektron bebas dalam system kimia, dan pelepasan elektron oleh suatu zat kimia selalu disertai dengan penangkapan elektron oleh bagian yang lain, dengan kata lain reaksi oksidasi selalu diikuti reaksi reduksi. Dalam reaksi oksidasi reduksi (redoks) terjadi perubahan valensi dari zat-zat yang mengadakan reaksi. Disini terjadi transfer elektron dari pasangan pereduksi ke pasangan pengoksidasi. Titrasi ini berkaitan dengan iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Iodida merupakan oksidator yang relatif lemah. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel adalah 0,5345 volt.
I2 + 2e- ↔ 2I-
Persamaan diatas mengacu kepada suatu larutan-air yang jenuh dengan adanya iod padat, reaksi setengah sel ini akan terjadi, misalnya menjelang akhir titrasi dari iodida dengan suatu zat pengoksidasi. Metode titrasi iodometri merupakan titrasi langsung yang mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Kontrol pada titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator amilum atau kanji dengan terbentuknya kompleks iod amilum yang berwarna biru.


















BAB III
METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN

A. Lokasi PKL
Praktik kerja lapangan dilaksanakan di Laboratorium Produk Terapetik dan Napza I, Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen ( Bidang Pengujian TERANOKOKO ), Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Yogyakarta yang beralamat di jalan Tompeyan I Tegalrejo,Yogyakarta pada tanggal 22 Februari 2010 sampai dengan tanggal 05 maret 2010.
B. Objek PKL
Objek praktik kerja lapangan adalah analisis kuantitatif kadar Prednison tablet, Metampiron tablet, Metformin HCl tablet, Gemfibrozil kapsul, Asam Mefenamat tablet, dan Captopril tablet serta uji Disolusi Amoxicillin tablet.
C. Instrumen
Instrumen yang digunakan selama PKL adalah :
1. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
2. Spektrofotometer UV VIS
3. Alat Disolusi
D. Alat Dan Bahan
1. Alat
a. Buret 25 ml
b. Timbangan analitik
c. Labu ukur
d. Pipet volun
e. Erlenmeyer
f. Pipet tetes
g. Lumpang dan alu
h. Gelas ukur
i. Magnetik stirer
j. Shaker
k. Kertas saring
l. Gelas beker
m. Ultrasonik
n. Sudip
o. Blender
p. Corong pisah
q. Kuvet
2. Bahan
a. Sampel Prednison tablet 5 mg (85/O/P/10)
b. Sampel Metampiron tablet 500 mg (89/O/P/10)
c. Sampel Metformin HCl tablet 500 mg( 108/O/P/10)
d. Sampel Amoxicillin tablet 500 mg (91/O/P/10)
e. Sampel Asam Mefenamat tablet 500 mg ( 200/O/P/10)
f. Sampel Gemfibrozil kapsul 300 mg (114/O/P/10)
g. Sampel Captropil tablet 12,5 mg (102/O/P/10)
h. Aquades
i. Aquabidestilata
j. Baku pembanding Prednison 99,4 %
k. Baku pembanding Metformin HCl 99,27 %
l. Baku pembanding Amoxicillin USP 100, 25 %
m. Baku pembanding Gemfibrozil 100,30 %
n. Baku pembanding Captropil 99,14 %
o. Metanol
p. Etanol
q. HCl 0,02 N
r. Iodium 0,1 N
s. Larutan kanji
t. Indikator fenol red



E. Prosedur Kerja
1. Penetapan kadar Prednison tablet 5 mg
a. Larutan baku
Timbang seksama sejumlah Prednison BPFI ( Baku Internal Farmakope Indonesia), larutkan dalam larutan metanol P ( 1 dalam 2) hingga kadar lebih kurang 0,2 µg/ml. Pipet 5 ml larutan ini ke dalam labu ukur 50 ml. Tambahkan larutan metanol P ( 1 dalam 2 ) sampai tanda.
b. Larutan uji
Timbang seksama lebih kurang 50 mg Prednison, lakukan seperti pada larutan baku.
c. Kondisi penetapan KCKT
Pelarut : Metanol : air (1:1)
Kolom : C18 20 µm (4,5 mm x 12,5 cm)
Fase gerak : Isokratik air : THF : metanol
(688:250:62)
Volume Penyuntikan : 20 µl
Laju aliran : 0,95 ml/menit
Baku pembanding : Prednison 99,40 %
d. Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume yang sama ( lebih kurang 10 µl ) larutan baku dan larutan uji ke dalam kromatografi, rekam respon puncak dan waktu retensi.








2. Penetapan kadar Metampiron tablet 500 mg
a. Larutan uji
Sejumlah 20 tablet Metampiron ditimbang seksama dan diserbukan homogen. Sejumlah serbuk setara dengan lebih kurang 200 mg Metampiron ditimbang seksama dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml ditambah 10 ml metanol, diaduk dan ditambah 10 ml asam klorida 0,02 N.
b. Cara penetapan
Larutan dititrasi perlahan-lahan dengan larutan iodium 0,1 N dan larutan indikator amilum hingga terbentuk warna kuning.
3. Penetapan kadar Metformin HCl tablet 500 mg
a. Larutan baku
Timbang seksama sejumlah Metformin HCl BPFI. Larutkan dan encerkan dengan air hingga kadar lebih kurang 8 ppm. Ukur serapan larutan menggunakan air sebagai blanko pada panjang gelombang maksimum 233,1 nm.
b. Larutan uji
Timbang dan serbukkan 20 tablet Metformin HCl. Kocok sejumlah serbuk tablet yang mengandung 100 mg Metformin HCl dalam 70 ml air selama 15 menit dalam labu 250 ml kemudian disaring. Ambil 1 ml larutan ini masukan ke dalam labu 50 ml dan encerkan hingga tanda. Ukur serapan larutan uji pada panjang gelombang yang sama dengan larutan baku.
4. Disolusi Amoxicillin tablet 500 mg
Media : air, 900 ml
Alat tipe 2/dayung : 75 rpm
Waktu : 30 menit
Q : 75 %
Pelarut : pH 5,0 buffer, masukkan 6,8 g kalium phosphat monobasa ke dalam labu ukur 1000 ml, larutkan dengan 780 ml air, tambahkan larutan KOH 45 % , hingga pH 5,0 kemudian tambahkan air hingga tanda.
a. Larutan baku
USP Amoxicillin RS 100, 25 % ( kadar air 13, 516 % ) dalam pH buffer 5,0.
b. Larutan Uji
Hasil disolusi Amoxicillin dipipet 2 ml, dimasukan ke dalam labu ukur 20 ml, tambahkan pelarut hingga tanda, dan dihomogenkan.
c. Kondisi penetapan KCKT
Fase gerak : Buffer pH 5,0 : asetonitril ( 3900 : 100 ).
Pelarut : Buffer pH 5,0
Kolom : RP-18; 10 µm ( 4 x 250 mm)
Detektor : UV 230 nm
Laju alir : 1,5 ml/ menit
Suhu : 40 O C.
5. Penetapan kadar Gemfibrozil kapsul 300 mg
a. Fase gerak
Terdiri dari campuran asam asetat glasial 2 ml dan metanol 600 ml masukkan ke dalam labu ukur 200 ml, encerkan dengan air hingga tanda. Pipet 5 ml larutan kemudian masukkan ke dalam labu ukur 25 ml encerkan dengan fase gerak hingga tanda.
b. Larutan baku
Timbang 10 mg baku Gemfibrozil USP 100,30 % larutkan dengan 10 ml metanol, pipet larutan sebanyak 2 ml, dan masukkan ke dalam labu ukur 10 ml tambahkan dengan larutan fase gerak hingga tanda.
c. Larutan uji
Timbang serbuk kapsul setara dengan 100 mg Gemfibrozil, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan 80 ml pelarut metanol, kemudian disonikasi selama 5 menit, dikocok 15 menit, tambahkan metanol hingga tanda, kocok dan saring. Pipet 5 ml filtrat kemudian masukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan tambahkan dengan fase gerak hingga tanda.
d. Kondisi penetapan KCKT
Fase gerak : Asam asetat glasial : metanol : air ( 10:800:200 ).
Pelarut : Fase gerak
Kolom : RP-18; 10 µm ( 4x250 mm)
Detektor : UV 230 nm
Laju alir : 1,5 ml/ menit
6. Penetapan kadar Asam Mefenamat
a. Timbang dan haluskan 20 tablet Asam Mefenamat
b. Timbang setara dengan 0,25 g Asam Mefenamat
c. Tambahkan 80 ml Etanol absolut hangat ( yang telah dinetralkan dengan phenol red, kemudian disonikasi )
d. Dinginkan dan tambahkan Etanol absolut yang telah dinetralkan hingga volume 100 ml
e. Lakukan titrasi dengan NaOH 0,1 N dengan indikator fenol red.
7. Penetapan kadar Captropil
a. Kondisi penetapan KCKT
Fase gerak : Metanol : air : asam phosphat ( 550:450:0,5 )
Pelarut : Fase gerak
Laju alir : 1,0 ml/ menit
Kolom : C 18 ; 10 µm
b. Baku pembanding
12,5 g baku Captropil dilarutkan dalam 25 ml pelarut, disonikasi, kemudian disaring.
c. Larutan uji
25 mg sampel dilarutkan dalam 50 ml pelarut, disonikasi, dipipet 5 ml, dimasukan ke dalam labu ukur 25 ml kemudian disaring.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penetapan kadar Prednison tablet 5 mg
1. Hasil uji kesesuaian sistem
Baku pembanding yang digunakan dalam uji kesesuaian sistem adalah prednison dengan kemurnian 99,40 %).
Tabel 1. Hasil Pengujian Kesesuaian sistem
Pengamatan
Penyuntikan
RSD (%)

Syarat (%)
1
2
3
4
5
6

Waktu Retensi

3,373

3,373

3,373

3,346

3,346

3,340

0,47

≤ 3,0

Respon Puncak

1712263

1709224

1711019

1685254

1689785

1675660

0,92

≤ 3,0

Uji kesesuaian sistem dilakukan untuk memastikan keefektifan sistem operasional. Pengujian dilakukan atas dasar konsep bahwa elektronik, peralatan, zat uji, dan kondisi operasional analitik membentuk satu sistem analitik tunggal yang dapat diuji secara keseluruhan. Berdasarkan hasil uji diatas terlihat bahwa % RSD dari waktu retensi dan respon puncak enam kali penyuntikan telah memenuhi syarat yang ditetapkan untuk pengujian prednison.






2. Hasil uji keseragaman kandungan Prednison tablet 5 mg
Tabel 2. Hasil Pengujian keseragaman kandungan Prednison tablet 5 mg
Berat rata – rata = 181,215 mg

No
Faktor
Pengenceran
Respon
Puncak
Kadar
( %)

1
50/5 x 25
1800624
105,67
2
50/5 x 25
1805170
105,93
3
50/5 x 25
1779078
104,40
4
50/5 x 25
1775140
104,17
5
50/5 x 25
1778843
104,39
6
50/5 x 25
1818453
106,71
7
50/5 x 25
1797505
105,49
8
50/5 x 25
1822908
106,98
9
50/5 x 25
1799433
105,60
10
50/5 x 25
1804172
105,88

Kadar rata-rata (%) : 105,52
RSD ( %) : 0,91
Rentang kadar (%) : 104,17-106,98
Syarat RSD ( % ) : ≤ 6,0 %
Syarat rentang kadar ( % ) : 85,0 – 115, 09
Kesimpulan :Uji keseragaman memenuhi syarat terhadap
uji yang dilakukan
Pengujian Prednison tablet 5 mg dilakukan dengan melakukan uji keseragaman kandungan Prednison. Uji keseragaman kandungan ini dilakukan karena Prednison tablet 5 mg merupakan jenis obat tablet bersalut. Bobot rata – rata dari tablet Prednison sebesar 181, 215 mg/ tablet yang dihitung dari penimbangan 20 tablet secara langsung. Uji keseragaman ini memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.
3. Penetapan kadar Prednison tablet 5 mg
Tabel 3. Hasil penetapan kadar KCKT sampel Prednison tablet 5 mg
Nama
Bobot ( mg )
Faktor pengenceran
Respon Puncak
Kadar ( % )

Baku pembanding

5,010

50/5 x 25

1697200,83
-

Zat uji I

181,6

50/5 x 25

1806185

105,77


Zat uji II

181,5

50/5 x 25

1815918

106,40


Kadar rata-rata (%) : 106,08
Syarat rentang kadar (%) : 90,0-110,0
Kesimpulan : Kadar sampel Prednison tablet 5 mg
memenuhi syarat terhadap uji yang
dilakukan.
Pustaka : Farmakope Indonesia Edisi IV
Penetapan kadar Prednison tablet 5 mg dilakukan dengan metode KCKT dengan fase gerak terdiri dari campuran air : THF : metanol, dengan perbandingan 688:250:62, campuran disaring dan disonikasi untuk menghilangkan gelembung udara. Berdasarkan hasil pengujian ini maka sampel Prednison tablet 5 mg telah memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.






B. Penetapan kadar Metampiron tablet 500 mg
Tabel 4. Hasil Titrasi Metampiron dengan larutan iod 0,1 N

No
Nama
Bobot ( mg )
Titran ( ml)
Kadar ( % )
1
Zat uji I

208,6
9,500
96,70
2
Zat uji II

208,3
9,500
96,84
3
Zat uji III

207,9
9,500
97,03

Kadar rata-rata (%) : 96,86
Syarat rentang kadar (%) : 95,0 – 105,0
Kesimpulan : Kadar sampel Metampiron tablet 500 mg memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan
Pustaka : MA PPOMN 2000 No 78/OB/00

Tablet Metampiron berupa tablet berwarna putih dengan penandaan AFI pada satu sisi dan I pada sisi lain. Bobot rata – rata dari tablet Metampiron sebesar 545,89 mg/ tablet yang dihitung dari penimbangan 20 tablet secara langsung. Pemeriksaan dilakukan terhadap 20 tablet yang diambil kemudian dari tiap tablet lalu ditimbang bobotnya satu per satu. Pengujian Metampiron tablet 500 mg dilakukan dengan penetapan kadar Metampiron dalam tablet. Penetapan kadar ini dilakukan dengan metode titrasi iodometri dengan tiga zat uji. Titran yang digunakan adalah larutan iod 0,02 N dan dengan indikator amilum. Larutan iod bereaksi dengan larutan amilum membentuk kompleks iod amilum yang berwana biru. Warna biru larutan semakin memudar dengan penambahan titran iod dan titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan yang berwarna kuning. Berdasarkan hasil pengujian ini maka sampel Metampiron tablet 500 mg telah memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.
C. Penetapan kadar Metformin HCl tablet 500 mg
Tabel 5. Hasil Pengujian Spektrofotometri Metformin HCl tablet 500 mg

No
Nama
Bobot (mg)
Serapan
Kadar ( % )
1
BK pembanding
5,412
0,643
-
2
Zat uji I

110,6
0,635
101,92
3
Zat uji II
110,9
0,623
100,85







Kadar rata-rata (%) : 101,39
Syarat rentang kadar (%) : 95,0-105,0 %
Kesimpulan : Kadar sampel Metformin HCl tablet 500 mg memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan
Pustaka : Farmakope Indonesia Edisi IV
Metformin HCl tablet 500 mg berupa tablet salut selaput berwarna putih dengan penandaan DX pada satu sisi dan strip (-) pada sisi yang lain. Pengujian Metformin HCl dilakukan dengan penetapan kadar Metformin HCl dalam sampel tablet Metformin HCl 500 mg. Serbuk Metformin HCl dilarutkan dalam aquades dan diencerkan hingga 8 ppm. Analisis dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan dengan spektrofotometer UV VIS pada panjang gelombang maksimum 233,1 nm. Larutan baku yang digunakan adalah larutan BPFI sementara larutan blanko yang digunakan adalah aquades. Berdasarkan hasil pengujian ini maka sampel Metformin HCl 500 mg telah memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.




D. Uji Disolusi Amoxicillin tablet 500 mg
Tabel 6. Hasil uji Disolusi Amoxicillin tablet 500 mg

Tahap
Pengamatan
% Zat aktif (Dx)
pengenceran
Pegukuran ( respon )


I


900/2 x 20
3066402
98,12
3031835
97,02
3121561
99,89
3112229
99,59
3177940
101,69
2902853
92,89

Kadar rata-rata (%) : Tahap I Disolusi 30 menit, kadar unit terkecil sebesar
92,89 %
Syarat kadar (%) : Tiap unit harus ≥ 80 % ( Q + 5 % )
Kesimpulan : Disolusi sampel Amoxicillin tablet 500 mg memenuhi
syarat terhadap uji yang dilakukan.
Pustaka : USP Vol 2
Penetapan kadar Amoxicillin yang terdisolusi dilakukan dengan metode KCKT dengan fase gerak terdiri dari campuran fase gerak buffer pH 5,0 : asetonitril ( 3900:100 ). Campuran disaring dan disonikasi untuk menghilangkan gelembung udara. Berdasarkan hasil pengujian pada tahap pertama diperoleh % zat aktif ( Dx ) terkecil sebesar 92,89 % yang telah memenuhi syarat, sehingga tidak dilakukan uji Disolusi tahap ke dua. Dengan demikian maka sampel Amoxicillin tablet 500 mg telah memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.




E. Penetapan kadar Gemfibrozil kapsul 300 mg
Tabel 7. Hasil penetapan kadar KCKT sampel Gemfibrozil kapsul 300 mg
Nama

Bobot ( mg )
Faktor pengenceran

Respon Puncak
Kadar ( % )
Baku pembanding
8,774
10/2 x 10
2305885
-
Zat uji I
139,7
100/5 x 25
2726272
101,62
Zat uji II
140,7
100/5 x 25
2767396
102,27

Kadar rata-rata (%) : 101,945
Syarat rentang kadar ( % ) : 90,0 - 110,0
Kesimpulan : Kadar sampel Gemfibrozil kapsul 300 mg
memenuhi syarat terhadap uji yang
dilakukan
Pustaka : USP 32 Vol 2
Penetapan kadar Gemfibrozil kapsul dilakukan dengan metode KCKT dengan fase gerak terdiri dari campuran asam asetat glasial : metanol : air, dengan perbandingan 10:800:200, campuran disaring dan disonikasi untuk menghilangkan gelembung udara. Berdasarkan hasil pengujian ini maka sampel Gemfibrozil kapsul 300 mg telah memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.









F. Penetapan kadar Asam Mefenamat 500 mg
Tabel 8. Hasil Titrasi Asam Mefenamat dengan larutan NOH 0,1 N

No
Nama
Bobot
Titran ( ml)
Kadar ( % )
1
Zat uji I

437,2
9,500
96,50
2
Zat uji II

435,5
9,500
96,96
3
Zat uji III

436,0
9,500
97,77

Kadar rata-rata (%) : 96,74
Syarat rentang kadar ( % ) : 95,0 – 105,0
Kesimpulan : Kadar sampel Asam Mefenamat tablet
memenuhi syarat terhadap uji yang
dilakukan
Pustaka : BP 2009 Vol 3
Uji kadar Asam Mefenamat dilakukan dengan menggunakan 20 tablet Asam Mefenamat 500 mg. Bobot rata – rata dari tablet Asam Mefenamat diperoleh sebesar 908,81mg/ tablet yang dihitung dari penimbangan 20 tablet secara langsung. Penetapan kadar Asam Mefenamat dilakukan dengan metode titrasi asam basa, dengan titran larutan standar NaOH 0,1 N dan indikator fenol red. Serbuk Asam Mefenamat dilarutkan dalam etanol absolut hangat yang telah dinetralkan oleh penol red. Larutan NaOH bereaksi dengan larutan Asam Mefenamat, dimana setiap 1 ml larutan NaOH setara dengan 24,13 mg asam mefenamat ( BP Vol 3, 2009 ). Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan yang berwarna kuning menjadi merah muda. Berdasarkan hasil pengujian ini maka sampel Asam Mefenamat 500 mg telah memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.


G. Penetapan kadar Captopril tablet 12, 5 mg
Tabel 9. Hasil penetapan kadar KCKT sampel Captropil tablet 12,5 mg
Nama

Bobot ( mg )
Faktor pengenceran

Respon Puncak
Kadar ( % )
Baku pembanding
5,545
5/ 20
779397
-
Zat uji I
102,5
5/ 25
684157
93,74
Zat uji II
103,1
5/ 25
688131
93,74

Kadar rata-rata (%) : 93,74
Syarat rentang kadar ( % ) : 90,0 – 110,0
Kesimpulan : Kadar sampel Captopril tablet 12,5 mg
memenuhi syarat terhadap uji yang
dilakukan
Pustaka : USP 32 Vol 3
Penetapan kadar Captopril dilakukan dengan metode KCKT dengan fase gerak terdiri dari campuran metanol : air : asam phosphat, dengan perbandingan 550:450:0,5, campuran disaring dan disonikasi untuk menghilangkan gelembung udara. Berdasarkan hasil pengujian ini maka sampel Captopril tablet 12,5 mg telah memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.









BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kadar Prednison tablet 5 mg no kode contoh 85/O/P/10 adalah sebesar 106,08 % ( syarat 90,0 % – 110,0 % ) contoh tersebut memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.
2. Kadar Metampiron tablet 500 mg no kode contoh 89/O/P/10 adalah sebesar 96,86 % ( syarat 95,0 % – 105,0 % ) contoh tersebut memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.
3. Kadar Metformin HCl 500 mg no kode contoh 108/O/P/10 adalah sebesar 101,39 % ( syarat 95,0 % – 105,0 % ) contoh tersebut memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.
4. Kadar Gemfibrozil kapsul 300 mg no kode contoh 114/O/P/10 adalah sebesar 101,95 % ( syarat 90,0 % – 110,0 % ) contoh tersebut memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.
5. Kadar Asam Mefenamat tablet 500 mg no kode contoh 200/O/P/10 adalah sebesar 96,74 % ( syarat 95,0 % – 105,0 % ) contoh tersebut memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.
6. Kadar Captopil tablet 12,5 mg no kode contoh 91/O/P/10 adalah sebesar 93,74 % ( syarat 90,0 % – 110,0 % ) contoh tersebut memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.
7. Hasil Uji Disolusi Amoxicillin tablet 500 mg no kode contoh 91/O/P/10 dengan hasil Disolusi Tahap I selama 30 menit, kadar unit terkecil sebesar 92,89 % ( syarat Tiap unit harus ≥ 80 % ) contoh tersebut memenuhi syarat terhadap uji yang dilakukan.
B. Saran
Balai Besar POM Yogyakarta agar memberikan waktu yang cukup untuk pelaksanaan kegiatan PKL sehingga pemahaman terhadap prosedur kerja dan terhadap operasional instrumen dapat lebih maksimal.



DAFTAR PUSTAKABP Comission Laboratory.2009. British Farmacopea Vol III. BP Comission Laboratory
BPOM RI.2009.Petunjuk Teknis Sampling Tahun Anggaran 2009. Jakarta : BPOM RI
Depkes RI.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI
Eni DA, 2009. Kajian penggunaan obat golongan Kortikosteroid pada pasien asma pediatri di Rumah sakit umum daerah pandan arang Boyolali Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
PPOMN.2001.Metode Analisis PPOMN 2000 Obat. Jakarta : PPOMN
USP Convention.2008.USP NF VOL 2. & 3.Baltimore : Port City Press

http://www.dechacare.com/Amoxicillin-P523-1.html

http://www.dechacare.com/Captopril-P545.html

http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php?mod=pubInformasiObat&idMenuKiri=45&idSelected=1&idObat=12&page=

http://www.indofarma.co.id/index.php?option=com_product&catid=1&Itemid=60&prodid=196

























Total Pageviews

Popular Posts